Maaf |
Saat ini sedang hangat-hangatnya buat kita untuk bermaaf-maafan. Hal yang biasa
kita lakukan saat menyambut bulan Suci Ramadan, dan ketika hari kemenangan tiba. Bahkan beberapa hari setelah hari Idul
Fitri pun kita masih saja terus melakukannya.
Seperti yang kita tahu, memberi maaf
itu adalah cara membebaskan seseorang dari kesalahan yang pernah diperbuatnya. Namun,
maaf kadang menjadi kata yang sangat
mudah untuk diucapkan. Tetapi sulit untuk kita buktikan kebenarannya.
Keadaan ini tidak bisa dipungkiri. Betapa pun seringnya kita meminta maaf, betapa pun menyentuhnya cara kita saat memohon sebuah kemaafan, dan betapa pun indahnya kalimat-kalimat yang kita sususn sebagai bentuk penyesalan yang pada akhirnya kita ucapkan. Ternyata masih kadang dijumpai kata-kata permohonan maaf itu hanya sekedar ucapan pemanis di bibir saja.
Mengucapan maaf seakan hanya sekedar mengucapkannya saja karena sudah menjadi kebiasaan, ritual, tradisi, anjuran , dan mungkin karena terpaksa demi menyelesaikan sebuah masalah, atau terpaksa karena tidak ada pilihan lain.
Keadaan ini tidak bisa dipungkiri. Betapa pun seringnya kita meminta maaf, betapa pun menyentuhnya cara kita saat memohon sebuah kemaafan, dan betapa pun indahnya kalimat-kalimat yang kita sususn sebagai bentuk penyesalan yang pada akhirnya kita ucapkan. Ternyata masih kadang dijumpai kata-kata permohonan maaf itu hanya sekedar ucapan pemanis di bibir saja.
Mengucapan maaf seakan hanya sekedar mengucapkannya saja karena sudah menjadi kebiasaan, ritual, tradisi, anjuran , dan mungkin karena terpaksa demi menyelesaikan sebuah masalah, atau terpaksa karena tidak ada pilihan lain.
Sementara, jauh di dalam lubuk hati, badai
kemarahan itu tidak pernah hilang, dan tetap mengisi ruang di hati. Kegundahan dan rasa tidak puas tetap saja menghantui, yang hanya menyisakan
luka dan kepahitan. Dan ini hanya akan menimbulkan rasa tersakiti yang akan
kembali menghadirkan dendam.
Saya mengatakan seperti ini, bukan
sekedar meraba-raba, atau tidak percaya dengan kata maaf dan maaf dari orang
lain. Tapi pengalamanlah yang membuat saya bisa berkesimpulan demikian. Namun,
meskipun begitu masih lebih banyak yang memang tulus mengucapkan maaf dan
memaafkan.
Semoga saja, kita meminta maaf dan memberikan maaf bukan sekadar permohonan, lebih dari sekedar penyesalan. Dan juga bukan dari sekedar sikap mengalah. Karena ketika kita siap menyatakan maaf, mengajukan permohonan atas pengampunan, dan memberi maaf pada orang lain, maka selayaknyalah kita mengawasi kata-kata dan sikap kita.
Dari panjang pendeknya kata maaf, saat kita mengucapkan atau saat kita menerima permohonan maaf dari orang lain, maka yakinkan, diri kita pada ketulusan kata-kata kita sendiri. Jangan berkata “Aku memaafkanmu” jika kita tidak benar-benar menginginkannya. Ingatlah! Jangan membohongi diri sendiri ataupun orang lain tentang MAAF.
Bukankah memaafkan berarti kita bersedia
melupakan kesalahan orang lain. Maka setelah terucap kata maaf, maafkanlah,
karena kita tahu tidak pernah ada perselisihan yang terjadi, karena salah satu
pihak saja yang bersalah. Biarlah kita mengakui kesalahan, bermaafan, kemudian
lupakan semua yang pernah terjadi dan meninggalkan luka di hati.
Semoga dengan maaf, kita mampu
membebaskan diri dari belenggu dendam yang kita ciptakan sendiri. Karena dendam
merupakan penyakit hati, yang sangatlah kronis, dan sulit untuk disembuhkan,
jika sudah terlanjur menyerang hati kecil kita.
Satu yang perlu diingat, tidak ada manusia super sempurna, tak ada manusia tanpa khilaf dan tanpa salah. Maka jangan mencari manusia dengan kesempurnaannya. Mari kita membuka hati untuk sebuah perbedaan, perselisihan pendapat, kekeliruan dan kekurangan orang lain.
Biarkanlah hati kita berdamai, di atas perbedaan-perbedaan itu. Karena dengan perbedaan itu, bisa menghadirkan pelangi dalam hidup kita selama bisa saling menerima bukan saling menghakimi.
Sekali memaafkan maka maafkanlah benar-benar . Tanpa alasan “tetapi,” dan tanpa “jika” atau “nanti.” Maafkan sekarang juga, hingga masalah itu benar-benar terselesaikan.
Setelah itu berubahlah dalam pembaharuan
hati dan sikap. Maknailah perubahan itu untuk kita jadikan sebagai jalan, yang mampu
membuat kita semakin bisa memiliki maaf itu seikhlas-ikhlasnya.
Mulailah dari hal-hal kecil, kita akan
bersemangat dalam hidup dan menerima setiap keadaan, sebagai kesempatan memperbaiki
kekurangan dalam diri kita masing-masing.
Jika kita benar-benar menyatakan penyesalan, dan meminta maaf, yakinkan pada hati kita, siap membuktikannya setelah kata maaf itu kita ucapkan ataupun kita terima. Karena Maaf itu adalah UNTUKMU, UNTUKKU dan untuk KITA SEMUA.
Jika kita benar-benar menyatakan penyesalan, dan meminta maaf, yakinkan pada hati kita, siap membuktikannya setelah kata maaf itu kita ucapkan ataupun kita terima. Karena Maaf itu adalah UNTUKMU, UNTUKKU dan untuk KITA SEMUA.
Cairo, 08 Agustus 2013
No comments:
Post a Comment