Si Merah |
Dulu, ketika masih mencinta, berjumpa 5 kali sehari
rasanya tak cukup. Saat bangun inginnya langsung jumpa. Sedang duduk santai
ingin jumpa. Setelah makan siang ingin jumpa. Setelah makan malam juga ingin
jumpa, bahkan saat tengah malam pun masih ingin kembali berjumpa.
Saat saya bersama teman-teman lebih ingin lagi berjumpa. Karena saya ingin teman-teman saya tahu dan mencintainya. Meskipun mungkin cinta mereka tidak seperti cinta saya padanya.
Begitulah ingin saya setiap hari. Sayapun selalu mengikuti keinginan hati untuk berjumpa. Dan ini sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ya, lama, puluhan tahun lebih. Karena sejak pertama bertemu, saya sudah jatuh cinta.
Karena itu, beberapa kali pulang ke Tanah Air. Saya selalu ingat, alhasil, disetiap perjalanan saya ditemani olehnya. Di mataku ia menjadi satu-satunya, yang bisa menemani, bisa menyegarkan otakku kala suntuk, bisa menjadi pelepas dahaga kala kehausan. Is the best lah pokoknya.
Tapi kini, entah kenapa. Saya kadang merasa jenuh dengannya. Benarkah saya
sudah jenuh? Sudah mulai pudarkah cinta saya padanya? Akh, ataukah hati saya
sudah mulai berpaling? Entahlah!Saat saya bersama teman-teman lebih ingin lagi berjumpa. Karena saya ingin teman-teman saya tahu dan mencintainya. Meskipun mungkin cinta mereka tidak seperti cinta saya padanya.
Begitulah ingin saya setiap hari. Sayapun selalu mengikuti keinginan hati untuk berjumpa. Dan ini sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ya, lama, puluhan tahun lebih. Karena sejak pertama bertemu, saya sudah jatuh cinta.
Karena itu, beberapa kali pulang ke Tanah Air. Saya selalu ingat, alhasil, disetiap perjalanan saya ditemani olehnya. Di mataku ia menjadi satu-satunya, yang bisa menemani, bisa menyegarkan otakku kala suntuk, bisa menjadi pelepas dahaga kala kehausan. Is the best lah pokoknya.
Satu yang saya tahu, saya hanya ingin menjauhinya. Karena saya takut jika suatu saat nanti, ianya tak lagi bisa terus menemaniku. Sungguh, saya sangat takut.
Dalam ketakutan, saya masih kadang menemuinya, meskipun hanya sekedar ber-say hello, atau sekedar menemani teman yang sedang asyik dengannya. Teman saya kadang bertanya,
"Eh, kamu kenapa? Kok kayak tidak akrab lagi dengan dia?"
"Akh, tidak , kok. Saya masih seperti yang dulu dengannya. Hanya sekarang mungkin mood saya ajah yang kurang bagus". Jawab saya lirih.
Beberapa hari, bahkan minggu. Saya hanya melakukan itu. Dan, jujur, saat pertama mengurangi durasi perjumpaan. Kepala saya sakit. Dan saat kepala mulai memberi isyarat dengan nyut,, nyut,, nyut, saya kembali ingin berjumpa dengannya.
Tanpa menafikan perasan seorang anak manusia. Saya kadang merasa jealous, ketika temanku tetap asyik dengannya, sedang saya hanya bisa menjadi penontonnya. Tapi, saya tetap berusaha untuk menahan segala rasa. Karena saya sudah bertekad untuk meninggalkannya.
Alhamdulillah. Dengan tekad saya yang sudah bulat. Sudah hampir sebulan saya tak pernah lagi berjumpa. Kalaupun saya berjumpa, lagi-lagi saya hanya ber-say hello saja, itupun hanya sekali dalam sehari. Atau bahkan tidak berjumpa sekalipun.
Sekarang, saya belum meninggalkannya sama sekali. Tapi saya sudah cukup senang. Lebih senang lagi, karena si putih sudah mulai setia menemani.
Kini, biarlah si Merah menjadi kisah kenangan manis saya. Bahwa saya pernah mencintanya sepenuh hati. Saya meninggalkannya, karena tak ingin sakit karenanya. Dan, membuka hati buat si Putih, untuk menemani agar saya tak semakin sakit. Selamat tinggal, ya, Merah. Maafkan saya tak bisa untuk terus setia. :D
No comments:
Post a Comment