Saturday, February 22, 2014

Setelah Ngerumpi



Setelah beberapa hari lalu cukup kaget mendengar suara tembakan. Hingga masih melihat di chanel Al Jazirah, demo yang masih saja menelan korban. Saya dan Adnan pun ngerumpi alias cerita-cerita lepas. Dan, seperti inilah hasil ngerumpinya.

***
Saya : Yaa, Mesir jadi terasa tidak aman begini ya. Suara tembakan jadi sering kita dengar, demo tak ada henti-hentinya. Kalau begini jadi mau pulang cepat ke Indonesia.

Adnan : Kenapa kita mau pulang, kita di sini aja, biar saya sekolah. Mesir aman, Ma. Kan ada dalam Al-Quran  ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ

Saya : Artinya ?
Adnan : Masuklah kamu ke Mesir, Insya Allah aman.
Saya : Wah, keren, tahu artinya juga ternyata. Tapi yang demo-demo ini, kita tidak tahulah, ya, apa mereka benar atau salah.

Adnan : وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚإِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

Saya : Kalau ayat itu apalagi artinya?
Adnan : Artinya itu, Ma. Maksudnya yang batil itu pasti hilang, Ma.
Saya : Lah, kok artinya cuma pendek, ayatnya kan panjang?
Saya : Artikannya yang lengkap, biar Mama tahu. Artikan dengan bahasa Arab saja!
Adnan : Eh, Mama. Bagimana mau di bahasa Arab, kan itu sudah bahasa Arab.
Saya : Upss .. Iya yaa .. Mama salah ngomong, nih. #Tutup muka. :D

Pertanyaan saya membuat Adnan bingung untuk menjelaskannya dalam bahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesianya lumayan blepotan. Jadilah ayatnya dicari di internet, dan saya disuruh baca tuh artinya. Padahal, saya tahu, kok, artinya. Cuma ngetes aja. Kali aja dia cuma hapal ayatnya tapi tidak tahu artinya. Tapi, ternyata Adnan sangat tau dan mengerti ayat yang dibacanya #Alhamdulillah, saya kan jadi senang. Hehehe

***

Setelah ngerumpi dengan Adnan. Saya jadi senyum-senyum sendiri. Saya tiba-tiba ingat kejadian beberapa puluh tahun lalu, yang ceritanya begini.

Waktu itu, saya masih duduk di kelas VI atau kelas I SMP.(rada-rada lupa). Semasa saya masih umur segitu. Ada acara radio yang saya suka. Karena sukanya hampir tak pernah saya lewatkan. Acara itu adalah sandiwara radio Tutur Tinular, Saur Sepuh, dan Badai Laut Selatan.

Nah, sandiwara-sandiwa radio ini adalah favorite saya, yang tak ingin saya lewatkan setiap episodenya. Jam diputarnya sandiwara ini ada beberapa kali. Ada pagi siang dan sore. Jadwal pagi, jelas saya tidak bisa ikuti kalau hari sekolah. Begitupun yang jam siang. Karena saya masih di sekolah. Jadi, yang paling berpeluang untuk saya ikuti adalah jadwal sore.

Sayangnya, jadwal sore ini diputar jam 4.30 pm. Kemudian dilanjutkan dengan sandiwara lain. Jadi otomatis, sandiwaranya selesai sekitar jam 6.00 lewat pm. Sementar jam 6.00 pm itu sudah berkumandang azan magrib.

Di rumah, meskipun semua penghuninya, background pendidikannya bukan dari PP, mereka masih cukup menyadari untuk menyegerakan shalat lima waktunya. Ya, kecuali saya kali ya, yang sering lambat karena masih asyik dengar sandiwara radio. Eh, ada satu Kakak laki-laki saya, kalau ini asli Islam KTP, karena shalatnya bukan lagi sering telat, tapi memang shalatnya cuma sekali seminggu, hanya hari Jumat saja. #Astaghfirullah 1000x.

Saudara-saudara saya yang lain juga suka dengar sandiwara itu, tapi mereka masih bisa mendengarnya sambil melakukan pekerjaan lain. Sukanya mereka juga tidak pake banget, jadi kalau ada episode yang terlewatkan, ya, biasa saja.

Tidak seperti saya, harus duduk atau berbaring pas di depan radio. Kalau ada episode yang terlewatkan kayak ada yang kurang, deh. Sehingga tak heran, jika saya selalu diingatkan dengan waktu shalat. #Kebiasaan buruk jangan ditiru.

Waktu itu, entah saya lagi kemasukan roh apa. Biasanya, kalau saya lagi sadar dengan kewajiban, ketika azan Magrib berkumandang sayapun cepat-cepat wudu dan shalatnya. Tapi, saat itu saya seperti malas beranjak dari depan radio. Sehingga saya lupa kalau waktu Magribnya sudah mau habis. #Injury Time.

Karena itu, Ibu berulang kali menyuruh saya untuk segera shalat Magrib, tapi saya tetap tak beranjak, saya seakan tak mendengar Ibu yang terus-terusan mengingatkan untuk shalat. Terakhir, Ibu kembali memanggil dan menyuruh saya shalat, dan suaranya sudah mulai meninggi.

Saya yang mulai merasakan kekesalan Ibu langsung berdiri. Dan, begonya saya waktu itu karna langsung berdalil,

 لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ

Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)”. (Al-Baqarah: 256)

Setelah saya membaca penggalan ayat dari surat Al-Baqarah, tanpa tedeng aling-aling, dengan cepat telapak tangan Ibu mendarat di pipi saya. Sambil berkata, "Bilang apa? Shalat itu memang bukan paksaan tapi kewajiban". Belum lagi dengan plus plusnya, dua kakak saya ikutan ngomel #Oh, My God .. Deritaku lengkap sudah.

Untungnya, saat itu tulang pipi saya sudah cukup keras, jadi tidak membuat muka saya berubah bentuk. Meskipun airmata saya sudah menganak sungai. Dan, sejak kejadian itu, saya tidak lagi macam-macam, selain satu macam saja. Tidak juga  menjadi anak yang sotta (Sok tahu) dalam berdalil. #Tobat Nasuha

Dari kejadian yang lalu, satu yang saya petik. Bahwa tidak seharusnya kita sembarang berdalil, apalagi jika maknanya tidak dipahami betul. Karena, boleh jadi kita berdalil karena merasa benar atau untuk pembelaan diri, tapi malah semakin memperlihatkan bahwa kita sangat salah dan keliru. Dan, dalil yang saya bacakan waktu itu, adalah salah satu bukti, bahwa saya salah dalam memahani dan menggunakannya. #Saatnya tempeleng diri sendiri. :D 

*Kenangan masa kecil*


1 comment:

  1. "..sandiwara radio Tutur Tinular, Saur Sepuh, dan Badai Laut Selatan"

    pasti lahir 80 ya.. hehehe

    ReplyDelete