Tanggal, 10 Februari 2014, tepatnya pada pukul 4.00 dinihari. Saya buka FB dan membaca satu pesan inbox, pengirimnya adalah adik kandung saya yang tinggal di Batam.
Inbox tersebut mengabarkan tentang kematian Om saya. Saudara laki-laki Ibuku yang sulung. Membaca
inbox itu saya hanya bisa menarik napas panjang sambil berucap, Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rajiun. Dan, tanpa terasa butir-butir
bening pun sudah membasahi pipi.
Saya tiba-tiba sedih. Dari tahun 2000 sampai
sekarang, saya meninggalkan kampong halaman tercinta. Pergi mendampingi suami
yang masih dalam proses menyelesaikan studynya di Cairo. Sejak itu pula sudah 5 keluarga dekat
saya yang meninggal. Dan tidak satu pun yang bisa saya antarkan ke tempat
peristirahatannya yang terakhir.
Kelima orang itu adalah, pertama, ayah saya,
yang meninggal tahun 2003. Tahun itu adalah tahun terakhir saya bertemu. Dan,
waktu itu, meskipun ayahku baru mulai sembuh dari sakitnya, beliau tetap
memaksakan diri untuk mengantar saya ke airport ketika saya akan kembali lagi
ke Cairo. Tiga
bulan saya di Cairo,
ayah saya meninggal.
Sedang kedua, ketiga, keempat dan kelima adalah
saudara kandung ibuku (2 laki-laki, 2 perempuan), kematian mereka hanya beda
tahun saja. Yang keempat dan kelima ini (saudara laki-laki Ibuku), terakhir
saya ketemu tahun 2009, ketika saya kembali ke Indonesia karena ada urusan.
Sejak saya menginjak masa remaja hingga selepas
menikah. Seperti biasa, saya memang malas untuk bersilaturahim ke rumah
keluarga. Apalagi kalau tidak ada perlu atau acara. Tapi waktu saya kembali
tahun 2009, Kakak saya memaksa saya untuk bersilaturahim ke rumah keluarga(Om), karena keadaan Omku sudah sakit-sakitan.
Kata kakakku, "Sempatkanlah untuk bertemu,
siapa tahu kamu tidak lagi punya kesempatan nanti. Kamu kan
jauh, kita tidak pernah tahu kehendak Allah, karena Om
sudah sakit-sakitan". Karena itu akhirnya saya menuruti ajakan kakak saya.
Kedatangan saya yang tak terduga membuatnya
senang. Saya pun senang bertemu dengannya. Beberapa jam kami bercerita. Omku
lebih banyak menceritakan keadaannya. Dan saya menjadi pendengar setianya. Itulah
kenangan terakhir saya bersamanya.
Kabar kematiannya yang saya terima. Meskipun
membuat saya sedih, tapi kabar ini kembali menyadarkan, mengingatkan saya, bahwa hidup di
dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah di dunia dengan
segala isinya. Dan, perpisahan itu bukanlah saat kita terpisah tempat atau berada di tempat dengan jarak yang cukup jauh. Tapi, saat kematian menjemput, yang tanpa ada seorang pun dapat
menghindar darinya. Karena Allah telah berfirman:
كُلُّ
نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap
yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan
kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah
kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
أَيْنَمَا
تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di
mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian
berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)
Selamat jalan, ya, Om
.. Untaian doa suci, tulus dan ikhlas tak pernah berhenti untukmu. Semoga
kebaikanmu, semua amal Ibadahmu diterima dan mendapat tempat yang layak
disisiNya.Amin
Dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan
oleh Allah SWT.
***
"Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan, yaitu kematian."
(HR Tirmidzi, Nasaa’I dan Ibnu Majah)
No comments:
Post a Comment