Foto copas : Adnan tengah (berdiri) |
"Ma, kalau saya sudah besar saya mau ke Brazil, mau jadi pemain bola di sana."
"Apaaa
? Brazil
? Duuh, Nak. Mama ambil uang dimana membawamu ke Brazil. Lagian kenapa harus jauh
main bola. Jadi pemain bola di Indonesia
juga masih bisa kok. Di rumah juga masih bisa main bola sama mama, iya kan ?" Kataku
sedikit bercanda.
Entah,
sudah berapa kali Adnan perdengarkan keinginannya ini kepada saya. Dan setiap
saya mendengarnya, saya hanya tersenyum saja sambil meng'amin'kan.
Adnan,
sejak kecil memang sedikit suka dengan bola. Karena sukanya waktu masih kecil
jidatanya pernah terluka dan harus dijahit karena masih menendang bola, saat sudah
siap untuk berangakt ke sekolah (playgroup/hadanah tak resmi)
Setelah
masuk di sekolah Al-Azhar al-Sharif. Adnan bertemu dan berteman baik
dengan mayoritas orang Mesir. Mayoritas karena memang orang Indonesia yang masuk di sekolah itu
hanya hitungan jari saja. Dan seperti yang saya tahu bahwa orang Mesir itu
adalah pecinta bola 'banget'.
Karena
cintanya, teman Adnan (orang Mesir) yang tiap hari bersama Adnan ke sekolah,
sering membawa bola ke sekolah. Yang saya tidak tahu dipandang dari sudut
mana akan terlihat wujudnya kalau itu bola kaki. Karena sudah usang dan jelek
tapi tetap saja mau dibawa.
Terkadang juga, saat akan berangkat ke sekolah masih sempatnya menendang-nendang
bola dibawah rumah, hingga saya harus berteriak memintanya berhenti. Belum lagi
jika bolanya masuk ke tempat yang becek. Jika kejadiannya sudah begini, Adnan
pun segera minta kantong plastik untuk bola. Karena, meskipun sudah
basah akan tetap dibawa ke sekolah.
Adnan,
setelah beberapa tahun sekolah di Al-Azhar, sudah beberapa tahun juga Adnan
menelan ludah saat melihat ada champions
antar sekolah yang diselenggarakan,
dan sekolahnya ikut serta. Adnan, ingin sekali menjadi salah satu pemain untuk tim sekolahnya. Adnan ingin menguji tendangan kaki kirinya bersama
teman-temannya. Tapi apalah daya Adnan, mungkin karena masih kecil hingga dia
tidak pernah dipilih menjadi pemain, atau mungkin karena hal lain.
Keinginan
Adnan untuk ikut di tim bola sekolah, akhirnya hanya tersalurkan dengan
bermain bersama teman-temannya saat pulang sekolah. Belum lagi saat hari
terakhir sekolah(Kamis), Adnan dan teman-temannya main bola berjam-jam dari
sore selepas Asar hingga habis Isya.
Saat
ini Adnan pun sudah hampir seperti orang Mesir, terhadap bola sukanya pake
banget.
Tahun
ini Adnan duduk di kelas VI, tahun terakhir untuk tingkatan Sekolah Dasar. Dan
tahun ini kembali diadakan "champions" antar sekolah dasar.
Saat
Adnan tahu akan diadakan champions
di sekolahnya. Adnan dengan semangat menyampaikannya kepada saya.
Adnan berharap akan terpilih sebagai salah satu pemain. Meskipun Adnan sedikit
pesimis karena yang mau masuk jadi pemain banyak. Tapi keputusan ya tetap pada
keputusan sang bapak Guru.
Karena
harapan dan keinginan Adnan itu. Adnan pun membuat kisah yang membuat saya
tertawa karena merasa lucu.
Ketika
guru sudah memilih beberapa orang untuk masuk tim sepak bola atas nama sekolah
Al-Azhar al-Sharif. Adnan termasuk salah satunya. Adnan sangat senang. Namun, rasa
senangnya tidak bertahan lama. Karena sebelum diadakan latihan pemantapan
Adnan kembali dikeluarkan. Adnan kecewa!
Kembali
ke rumah, dengan rasa kecewa Adnan bercerita. Saya yang mendengarkan hanya bisa
kembali tersenyum. Dan membesarkan hatinya untuk tidak kecewa.
***
Hari itu meskipun Adnan kecewa, Adnan masih bisa tersenyum dan membuat saya tertawa dengan tingkahnya.
Saat itu, ketika azan Magrib berkumandang. Adnan dengan cepat mengambil wudu. Seperti biasa Adnan memang selalu shalat magrib, tapi kadang harus diingatkan. Kali ini saya merasa sedikit aneh, karena baru terdengar azan dari masjid Adnan sudah ambil berwudu.
Sementara
saya terus menyibukkan diri di dapur. Beberapa menit kemudian, saya
memanggil-manggil Adnan. Beberapa kali saya memanggil sampai nada suara saya
mulai berubah, dari nada alto ke soprano. Tetap tak ada suara Adnan terdengar.
#Emak E kurang sabar.
Karena itu saya
ke kamar, di kamar saya melihat Adnan
masih duduk di atas sajadah. Saya kembali memanggilnya, dengan pelan Adnan
membalikkan wajahnya sambil tersenyum.
"Eh,
shalat kok lama ?" Tanya saya.
"Ma,
saya berdoa biar Misterku mau ambil saya masuk main bola." Jawab Adnan.
Saya
yang mendengar jawaban Adnan tak bisa menahan ketawa. Saya tertawa karena Adnan
mau duduk lama di atas sajadah berdoa demi bola. Ya, demi bola. Satu
pemandangan yang tak biasanya saya lihat
dari Adnan.
Beberapa
hari kemudian, menurut cerita Adnan. Saat teman-temannya mau mulai latihan, Adnan ke lapangan melihat teman-temannya. Namun, belum dimulai
latihan bapak gurunya memanggil. Gurunya langsung menyuruh Adnan
masuk lapangan untuk latihan dan jadi bek #dhifa'. Adnan jadi senang kembali. Semakin senang saat Adnan diberikan secarik kertas dari gurunya,
pertanda Adnan menjadi tim sepak bola sekolahnya untuk tahun ini.
Kertas
itu adalah surat
keterangan yang harus ditempelkan selembar pas foto. Yang berisikan keterangan bahwasanya,
Adnan sehat dan tidak memiliki penyakit. Kemudian ditandatangi oleh Ayahnya, dan
diserahkan kembali ke bapak guru.
Akhirnya,
meskipun tim sepak bola sekolahnya tidak masuk final. Adnan
benar-benar senang. Doanya diijabah, harapannya terwujud. Dan foto ini pun
menjadi kenang-kenangannya. Hari ini, esok, dan selamanya.
Mabruk ya Adnan, semoga tahun depan lebih sukses lagi jadi pemain bolanya
ReplyDeleteAllah yubarik fiik .. Amin (Semoga bisa menjadi pemain di TIM Garuda) .. Hehehe
Delete