Thursday, December 19, 2013

Demi BOLA

Foto copas : Adnan tengah (berdiri)

"Ma, kalau saya sudah besar saya mau ke Brazil, mau jadi pemain bola di sana."
"Apaaa ? Brazil ? Duuh, Nak. Mama ambil uang dimana membawamu ke Brazil. Lagian kenapa harus jauh main bola. Jadi pemain bola di Indonesia juga masih bisa kok. Di rumah juga masih bisa main bola sama mama, iya kan ?" Kataku sedikit bercanda.


Entah, sudah berapa kali Adnan perdengarkan keinginannya ini kepada saya. Dan setiap saya mendengarnya, saya hanya tersenyum saja sambil meng'amin'kan.

Adnan, sejak kecil memang sedikit suka dengan bola. Karena sukanya waktu masih kecil jidatanya pernah terluka dan harus dijahit karena masih menendang bola, saat sudah siap untuk berangakt ke sekolah (playgroup/hadanah tak resmi)

Setelah masuk di sekolah Al-Azhar al-Sharif. Adnan bertemu dan berteman baik dengan mayoritas orang Mesir. Mayoritas karena memang orang Indonesia yang masuk di sekolah itu hanya hitungan jari saja. Dan seperti yang saya tahu bahwa orang Mesir itu adalah pecinta bola 'banget'.

Karena cintanya, teman Adnan (orang Mesir) yang tiap hari bersama Adnan ke sekolah, sering membawa bola ke sekolah. Yang saya tidak tahu dipandang dari sudut mana akan terlihat wujudnya kalau itu bola kaki. Karena sudah usang dan jelek tapi tetap saja mau dibawa.


Terkadang juga, saat akan berangkat ke sekolah masih sempatnya menendang-nendang bola dibawah rumah, hingga saya harus berteriak memintanya berhenti. Belum lagi jika bolanya masuk ke tempat yang becek. Jika kejadiannya sudah begini, Adnan pun segera minta kantong plastik untuk bola. Karena, meskipun sudah basah akan tetap dibawa ke sekolah.

Adnan, setelah beberapa tahun sekolah di Al-Azhar, sudah beberapa tahun juga Adnan menelan ludah saat melihat ada champions antar sekolah yang diselenggarakan, dan sekolahnya ikut serta. Adnan, ingin sekali menjadi salah satu pemain untuk tim  sekolahnya. Adnan ingin menguji tendangan kaki kirinya bersama teman-temannya. Tapi apalah daya Adnan, mungkin karena masih kecil hingga dia tidak pernah dipilih menjadi pemain, atau mungkin karena hal lain.

Keinginan Adnan untuk ikut di tim bola sekolah, akhirnya hanya tersalurkan dengan bermain bersama teman-temannya saat pulang sekolah. Belum lagi saat hari terakhir sekolah(Kamis), Adnan dan teman-temannya main bola berjam-jam dari sore selepas Asar hingga habis Isya.

Saat ini Adnan pun sudah hampir seperti orang Mesir, terhadap bola sukanya pake banget.

Tahun ini Adnan duduk di kelas VI, tahun terakhir untuk tingkatan Sekolah Dasar. Dan tahun ini kembali diadakan "champions" antar sekolah dasar.

Saat Adnan tahu akan diadakan champions di sekolahnya. Adnan dengan semangat menyampaikannya kepada saya. Adnan berharap akan terpilih sebagai salah satu pemain. Meskipun Adnan sedikit pesimis karena yang mau masuk jadi pemain banyak. Tapi keputusan ya tetap pada keputusan sang bapak Guru.

Karena harapan dan keinginan Adnan itu. Adnan pun membuat kisah yang membuat saya tertawa karena merasa lucu.

Ketika guru sudah memilih beberapa orang untuk masuk tim sepak bola atas nama sekolah Al-Azhar al-Sharif. Adnan termasuk salah satunya. Adnan sangat senang. Namun, rasa senangnya tidak bertahan lama. Karena sebelum diadakan latihan pemantapan Adnan kembali dikeluarkan. Adnan kecewa!

Kembali ke rumah, dengan rasa kecewa Adnan bercerita. Saya yang mendengarkan hanya bisa kembali tersenyum. Dan membesarkan hatinya untuk tidak kecewa.

***
Hari itu meskipun Adnan kecewa, Adnan masih bisa tersenyum dan membuat saya tertawa dengan tingkahnya.

Saat itu, ketika azan Magrib berkumandang. Adnan dengan cepat mengambil wudu. Seperti biasa Adnan memang selalu shalat magrib, tapi kadang harus diingatkan. Kali ini saya merasa sedikit aneh, karena baru terdengar azan dari masjid Adnan sudah ambil berwudu.

Sementara saya terus menyibukkan diri di dapur. Beberapa menit kemudian, saya memanggil-manggil Adnan. Beberapa kali saya memanggil sampai nada suara saya mulai berubah, dari nada alto ke soprano. Tetap tak ada suara Adnan terdengar. #Emak E kurang sabar.

Karena itu saya ke kamar, di kamar saya melihat Adnan masih duduk di atas sajadah. Saya kembali memanggilnya, dengan pelan Adnan membalikkan wajahnya sambil tersenyum.

"Eh, shalat kok lama ?" Tanya saya.
"Ma, saya berdoa biar Misterku mau ambil saya masuk main bola." Jawab Adnan.

Saya yang mendengar jawaban Adnan tak bisa menahan ketawa. Saya tertawa karena Adnan mau duduk lama di atas sajadah berdoa demi bola. Ya, demi bola. Satu pemandangan yang tak biasanya  saya lihat dari Adnan.

Beberapa hari kemudian, menurut cerita Adnan. Saat teman-temannya mau mulai latihan, Adnan ke lapangan melihat teman-temannya. Namun, belum dimulai latihan bapak gurunya memanggil. Gurunya langsung menyuruh Adnan masuk lapangan untuk latihan dan jadi bek #dhifa'. Adnan jadi senang kembali. Semakin senang saat Adnan diberikan secarik kertas dari gurunya, pertanda Adnan menjadi tim sepak bola sekolahnya untuk tahun ini.

Kertas itu adalah surat keterangan yang harus ditempelkan selembar pas foto. Yang berisikan keterangan bahwasanya, Adnan sehat dan tidak memiliki penyakit. Kemudian ditandatangi oleh Ayahnya, dan diserahkan kembali ke bapak guru.

Akhirnya, meskipun tim sepak bola sekolahnya tidak masuk final. Adnan benar-benar senang. Doanya diijabah, harapannya terwujud. Dan foto ini pun menjadi kenang-kenangannya. Hari ini, esok, dan selamanya.

2 comments:

  1. Mabruk ya Adnan, semoga tahun depan lebih sukses lagi jadi pemain bolanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Allah yubarik fiik .. Amin (Semoga bisa menjadi pemain di TIM Garuda) .. Hehehe

      Delete